Memorabilia Kota ‘Jer Karta Raharja Mawa Karya’
Kata dalam kota akan senantiasa hidup walau zaman berganti rupa. Bahkan, menjadi kawan di hari tua. Dan akan tetap abadi, serta melahirkan senyum pada suatu hari nanti.
Dari balik kaca jendela. Kubercerita tentang kota. Apa pun yang terjadi di Kota ‘Jer Karta Raharja Mawa Karya’ terselip ibrah di dalamnya.
Saya akan bercerita tentang kota. Melalui puisi yang dibuat dalam sepi. Dalam rangka menyambung nyawa. Mengabadikan kemuraman bangunan kota. Dan bekerja (menulis) agar abadi sepanjang masa.
Memorabilia Kota ‘Jer Karta Raharja Mawa Karya’
Oleh: Yogi Abdul Gofur
Sudah, jangan ke kota….
Sudah ada yang merawat dan membesarkannya
Tinggal, dan tinggallah ke tempat jauh yang tak terjamah
Pernah tinggal, menghilang tanpa kabar, bukan kalah, itu untuk menang
Bak bajingan, penunggang kuda tak kenal waktu,
Ada yang senang, merana, berkelakar, dan ada juga yang merindu
Hilang, yang bukan hanya sekadar hilang
Bisa diterka dengan radar
Bisa disapa ketika dini hari tiba
Dan teristimewa, surat demi surat yang membuatmu meneteskan air mata
Lahir dengan sendirinya….
Memberi sebongkah emas dan berlian, hanya angan sebatas pendar
Di balik jendela dengan kaca, do’a tertiup dengan sendirinya
Dari surga pojok kota, menuju tempat perpisahan menuju Ibu Kota
Sebuah memorabilia, kota jer karta raharja mawa karya….
Kota, tempatku bertemu denganmu hingga gelap tiba
Kota, tempatku melihat rintih petani yang belum kukenal namanya
Kota, tempatku menyaksikan kebebasan, kegembiraan anak kecil yang digendong bapaknya
Menyurusi jalan, sesekali berhenti di dekat perempatan
Kota, tempatku berkelana menyaksikan kemuraman bangunan tua
Kota, tempatku melihat manipulasi suara
Orang-orang tak berdosa, dibeli suaranya hanya karena kopiah dan baju bintang lima
Kota senantiasa ada di balik kaca bus kota, ketikaku berlayar menuju kota sebrang
Kota senantiasa ada di dalam kereta, ia terparti dalam ingatan hingga ajal tiba
Sekarang….
Kota penuh sesak, pohon-pohon tua tak berdaya melawan ganasnya gergaji yang bertuan
Membabat habis, diganti puspa luar kota
Tak ada lagi yang melindungimu ketika Sang Surya menampakkan sinarnya,
Sekarang….
Desir angin yang berhembus di kota, terasa sesak
Sesak, udara merangsak ke otak
Mencekik leher, hingga tak sadar air bengawan meluber
Menyapa tetumbuhan dan hewan yang ada di dekatnya…
Terimakasih Tuhan, telah melahirkan kata
Dengan kata, nyawa tersambung
Membuat tak linglung, sedkit demi sedikit menghampus jelaga
Luka itu ada, dan akan senantiasa ada, bak jelaga yang membekas
Terimakasih Tuhan, telah memberi daya dalam rangka merawat kegelisahan…
Kopi di Kota, tak sehangat dulu
Hujan di Kota, tak sedingin dan semesra beberapa bulan yang lalu
Namun, kata dalam kota akan senantiasa hidup
Walau zaman berganti rupa
Menjadi teman setia di hari tua
18 Muharram 1442 H