Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Catatan Pendek Ihwal Dzulhijjah Tahun Ini dan Dua Tahun yang Lalu

 


Dzulhijjah tahun lalu dan tahun ini berbeda. Bukan hanya sekadar beda tahunnya, melainkan juga beda nuansanya.


Tahun lalu, saya tidak merasakan kepulan asap satai kambing di rumah. Karena saya berada di kota lain di tanah Sunda. Kota yang juga pernah menjadi tempat singgah dan berkarya Tirto Adhi Soerjo (TAS).

Namun pada saat itu, saya tidak memperhatikan lebih terhadap sejarah dan dinamika kota yang pernah disinggahi Tirto. Pengalaman berkesan bisa bermain di Pasar Cipanas. Dimana lagi kalau bukan di Cianjur, Jawa Barat.

Tidak bisa merasakan olahan daging sapi dan kambing ala ibu, tak apalah. Namun saya bisa mengolah unsur penting dalam kehidupan “tanah” bersama kawan-kawan. Selain itu, bisa mengolah dengan penuh keceriaan kotoran sapi atau tletong segar yang baru keluar dari bak  truk pengangkut tletong untuk bahan dasar membuat pupuk organik padat (POP). Dan sesekali juga mengolah dan mencium bau wangi bak tapai dari hasil olahan pupuk organik cair (POC). 

Saya mengolah bersama kawan-kawan. Ada yang dari Sudan, Afghanistan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jakarta, Cirebon, Jambi, Bogor, Ambon, Probolinggo, Majalengka, Tasikmalaya, Kalimantan, Selayar, dan lain-lain.

Hal tersebut sangat berkesan. Karena bukan hanya sekadar teori yang saya dapat, melainkan praktek juga. Saya menikmati, rambut di kepala yang memanjang. Panjangya rambut, berbanding dengan panjanganya kisah perjalanan.

Hanya orang-orang berambut cepak, bersepatu, dan berseragam, yang tidak terlalu lihai memaknai perjalanan. Bahkan ada beberapa dari mereka yang merusak perjalanan, dan lebih parahnya lagi merusak kemanusiaan.

Ya…...namanya mereka "idaman". Kalau orang-orang berambut gondorong seperti saya dan kawan-kawan gondrong yang lain dicap “preman” dan tentunya “bukan idaman”. Namun tak apalah, saya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Berikut catatan pendek ihwal dzulhijjah tahun ini dan dua tahun yang lalu.

Dari Warkop ke Warkop

Jika di usia puluhan tahun beberapa pendiri bangsa seprerti Sutan Ibrahim atau Tan Malaka, memiliki porsi yang lebih dalam memikirkan bangsa. Bung Semaun “Sang Propagandis Kelas Wahid” mengorganisir buruh.

Saya? Anda? Di usia puluhan tahun, apa saja yang sudah dilakukan? Hal-hal yang telah dilakukan sangat banyak hingga tak mampu dikalkulasikan. Ada yang istiqomah melatih kesabaran dengan pergi ke kolam pancing untuk memancing, ada yang berdakwah dengan membersamai kaum mustadhafin, dan ada yang masih menjadi penikmat kopi di dini hari.

Anak-anak tengah malam (meminjam istilah Salman Rushdie). Saya berpindah, dari satu warung kopi (warkop) ke warung kopi yang lain. Warung kopi yang sederhana, bukan kafe berbintang lima. Warung kopi di pinggir jembatan dan warung kopi di pinggir jalan. Dan tidak lupa, saya merasakan nuansa alam dan buatan yang tersaji, kemudian berupaya untuk menuliskannya. 

Pada Suatu Dini Hari di Kota

Dzulhijjah tahun 2020 di kota yang terkenal dengan makanan olahan dari pisang ini, Dzulhijjah bebarengan dengan bulan kemerdekaan Indonesia. Agustus dan Dzulhijjah, sekan-akan nasionalisme dan religius bersatu, namun hanya tampilan luar saja.

Banyak ditemui penjual umbul-umbul di pinggir jalan. Menjadi penghias pohon-pohon besar. Aneka warna dan rupa umbul-umbul menjadi pengindah kota, menjadi berkah bagi penjualnya, namun tidak semua. Yang paling laku keraslah, yang bisa mengucap syukur lebih kencang, kalau yang kurang laku, memiliki cara lain untuk mensyukuri nikmat.

Dzulhijjah 2021. Saya tidak bisa merekam suasana dini hari di kota yang terkenal dengan makanan olahan pisang ini, kota dengan awalan plat kendaraan bermotor 'S'. Namun saya bisa merekam suasana dini hari di kota lain, yang sebelumnya jarang keluar dari ucapan, bahasan, dan tempat tinggal idaman.

Kota yang terkenal dengan perkebunan (bunga hias), pertanian, dan beberapa wisata alam. Dzulhijjah tahun 2021, saya merasakan dini hari di area sawah, kebun, dan kekeluargaan yang terbangun lintas suku, agama, ras, budaya, dan negara. 

Semuanya jadi satu, dibatasi dengan pagar di depan, dan pematang sawah di area belakang. Sebuah tempat terbuka yang menyenangkan. Bisa belajar langsung dari alam. Mengetahui tumbuh dan kembang Solanum melongena atau terong, Capsicum annuum atau cabai, Oryza sativa atau padi, dan lain-lain.

Selain itu, juga mengenal lebih dekat Laevicaulis alte yang mirip dengan lintah, menyaksikan dia keluar pada malam hari dan memakan daun. Penyakit Collectroticum capsici pada cabai, dan beberapa penyakit lain pada kingdom plantae (tumbuhan).

Dzulhijjah 1443 H atau 2022 dalam kalender masehi, mengenal lebih dekat kota, kabupaten, dari kaca mata anak-anak dini hari, bukan anak-anak senja. Mengenal lebih dekat dengan berkeliling menggunakan sepeda motor atau sepeda pancal tua yang identik dengan lambang singa. 

Memperhatikan dan mengabadikan momen di pinggir jalanan kota. Melihat lebih lama, wajah-wajah kambing dan sapi. Ada yang gelisah dan ada juga yang bungah alias senang. Gelisah akan disembelih? Atau gelisah masih ingin memakan rerumputan dan bermain dengan hujan? Sila, jangan bertanya kepada rerumputan yang bergoyang dibelai angin, melainkan tanyalah kepada kawanan sapi dan kambing di pinggir jalanan kota. Mau mati dengan pasrah tanpa daya? Atau masih ingin melawan dengan santai plus sekuat tenaga? Selamat memikirkannya.