Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kuli

 

Ada berbagai macam jenis kuli. Salah satu di antaranya kuli bangunan. Berikut pengalaman menjadi kuli dan perenungan terhadap kuli itu sendiri.

 

 



Halo, kawan. Semoga kawan-kawan dimanapun berada senantiasa sehat dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari sebagaimana mestinya. Walau pandemi, tidak menutup kemungkinan untuk melakukan aktivitas, namun tetap menggunakan protokol kesehatan seperti memakai masker. 


Kawan-kawan coba lihat berita dari berbagai media. Pemberitaan mengenai kasus covid-19 sering menghiasi layar kaca. Namun pernahkah, kawan-kawan mencari tahu tentang bagaimana aktivitas pertambangan, pembangunan, dan lain sebagainya di masa pandemi ini?


Aktivitas tersebut tetap berjalan sebagaimana mestinya dan tentu ada kendala. Lain sisi, ada juga kawan kita di daerah  lain sedang berjuang mempertahankan tanahnya mati-matian atas nama pembangunan, anehnya yang berupaya untuk merebut lahan itu ialah aparat negara atau istilah yang tidak ada di KBBI yakni kuli negara. Lucunya negeri ini.  


Baik, sebelum masuk mengenai isi tulisan yang biasa-biasa saja ini, saya akan menulis ulang berbagai genre kuli dari KBBI V daring. Menurut kamus itu, kuli adalah orang yang bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisiknya (seperti membongkar muatan kapal, mengangkut barang dari stasiun satu tempat ke tempat lain) atau pekerja kasar. Ada berbagai jenis kuli, seperti kuli ajek, kuli pena, kuli penggarap, kuli tinta, dan lain sebagainya.

 

Barusan saya ngansu kaweruh daring tentang perubahan. Lebih tepatnya manajemen perubahan. Proses ngansu kaweruh yang barusan saya lakukan, merupakan lanjutan dari materi-materi sebelumnya yang ada kaitannya dengan leadership. Sebuah program pengembangan pemuda yang digawangi oleh lembaga besar yang bergerak di bidang zakat, pendidikan, pengembangan pemuda, beasiswa, literasi, dan lain-lain.  


Hal tersebut memberi suntikan semangat khususnya pada diri saya. Bak embun di tengah dahaga. Ketika asyik mengikuti kegiatan daring itu, tiba-tiba keinginan untuk menulis tentang kuli muncul dengan sendirinya. Kata “kuli” akhir-akhir ini sering terngiang dalam fikiran. Tak ada alasan lain, selain ingin menagabadikan kisah bahwa saya pernah bantu-bantu menjadi kuli dan juga unek-unek partikelir tentang kuli.


Ketika mencari dokumen-dokumen lama di laptop saya menemukan sebuah foto ketika saya ikut membantu memindahkan bahan bangunan. Menggunakan sebuah alat bernama gerobak, beberapa orang menyebutnya dengan ‘sruntul’.


Saya menganggap hal itu sebagai olahraga. Memindahkan benda dari satu titik ke titik yang lain. Ketika saya melihat dari kejauhan, orang-orang yang bekerja sebagai kuli bangunan melakukan pekerjaan yang berat. Memindahkan karung yang berisi semen, kricak, besi, dan lain sebagainya. Namun sesungguhnya, mereka amat sangat bahagia menjalaninya. Karena sudah terbiasa. Kalimat bisa karena terbiasa juga berlaku dalam dunia perkulian.


Apalagi ketika laut atau waktu istirahat tiba. Gema azan zuhur berkumandang, mereka melepas lelah. Menikmati sajian yang diberikan tuan rumah. Ada minuman seperti air putih dan kopi. Dan juga makanan seperti nasi, tempe, sayur mayur, dan sebagainya.


Mereka amat sangat menikmati pekerjaan. Dan tak terasa, ketika Sang Surya akan tenggelam, mereka sudah bersiap-siap untuk melangkahkan kaki ke rumah.


Apa yang kita pandang dan rasakan, hal itu belum tentu sesuai dengan kenyataan. Begitupun ketika kuli bangunan memandang kuli tinta. Mungkin mereka akan beranggapan kalau ihwal tulis menulis merupakan suatu yang rumit. Membutuhkan laku khusus untuk melakukan hal itu.


Bagi kuli tinta yang sering bergelut dengan huruf, kata, dan kalimat, hal itu merupakan suatu hal yang menyenangkan. Bahkan, mungkin apabila satu hari saja tidak berkarya, entah itu menulis puisi, artikel, dan lain sebagainya memberi rasa yang berbeda. Begitupun sebaliknya, ketika kuli tinta beropini terhadap kuli bangunan.


Terbesit di fikiran saya, ada istilah “kuli Tuhan”. Kemudian saya mencari di gawai tentang istilah itu, ternyata juga ada. Namun ketika mencari di KBBI V daring, tidak ada. Saya beranggapan bahwa kuli Tuhan merupakan diri kita sendiri yang percaya dengan adanya Tuhan. Serupa namun tak sama dengan istilah hamba.

 

Selain itu juga ada kuli-kuli yang lain. Apa pun jenis kulinya, bukankah kita merupakan kuli Tuhan? (bagi yang percaya dengan adanya Tuhan). Tuhan memiliki rasa kasih sayang kepada makhluknya. Melimpahkan rahmat, hidyah, nikmat, dan lain sebagainya. Meskipun ada orang-orang yang tidak percaya atau mengingkarinya, Tuhan tetap mengasihi dan menyayangi semua makhluknya.  


Lantas apa kaitannya dengan proses ngansu kaweruh yang telah saya sebutkan di atas terhadap kuli? Tentu segala sesuatu ada hubungan sebab akibat. Kalau dalam fisika, ada gaya aksi sama dengan reaksi. Setelah menerima materi tentang perubahan, pertanyaan besar muncul, bagaimana kiranya perubahan itu bisa memberi kesejahteraan bagi kuli-kuli yang tersebar dari Sabang hingga Merauke?

 

Untuk sekarang mengingat saya masih belajaran dan selamanya akan menjadi pembelajar, belum bisa memberikan jawaban panjang dan lebar serta ilmiah. Mungkin hanya bisa mengabarkan degup kebahagiaan dan semoga dibaca oleh keluarga kuli. Hal tersebut merupakan kontribusi kecil yang biasa-biasa saja namun saya yakin dan percaya, hal sekecil itu akan memberi impact walau tak besar.

 

Untuk penutup pada bagian ini, semoga kuli negara yang dibayari negara dan uangnya bersumber dari uang rakyat bisa menunaikan tugas sebagaimana mestinya. Jangan sampai, kuli negara malahan merampas hak rakyat. Bukankah itu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi? Dan juga sumpah jabatan yang diamini sebagai seremonial belaka? Semoga kuli negara dimanapun berada terbuka terhadap kritik, kalau tidak terima kritik, sila duduk santai dekat jendela sembari menyaksikan hujan rintik-rintik, wqwqwq kuadrat.